Setiap Idul Adha datang, halaman masjid mulai ramai. Suara takbir bergema, dan hewan-hewan qurban berdiri sabar menunggu giliran. Namun, di balik riuhnya suasana itu, qurban menyimpan pesan yang lebih dalam: tentang memberi, tentang berbagi, tentang rela melepaskan.
Qurban bukan sekadar menyembelih kambing atau sapi. Qurban adalah pelajaran kehidupan. Ia mengajarkan kita untuk tidak terlalu terikat pada dunia. Saat kita mengulurkan daging kepada tetangga atau orang yang kurang mampu, sesungguhnya kita sedang menanam kebaikan di hati mereka—dan juga di hati kita sendiri.
Tidak semua orang bisa berqurban dengan hewan, tapi semua orang bisa berqurban dengan cara lain. Waktu, tenaga, perhatian, bahkan senyuman—semuanya bisa jadi bentuk qurban. Karena qurban bukan soal harga hewan, tapi soal ketulusan hati.
Qurban juga tentang kejujuran kepada diri sendiri: Apakah kita sudah cukup peduli? Apakah kita masih terlalu mencintai dunia? Apakah kita bisa rela memberi tanpa berharap kembali?
Maka di hari raya ini, mari kita belajar dari Nabi Ibrahim dan Ismail. Belajar tentang kepercayaan, tentang keberanian, dan tentang menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah. Karena pada akhirnya, qurban sejati bukan hanya mengalirkan darah, tapi melepaskan ego.
Semoga semangat qurban menuntun kita menjadi manusia yang lebih ikhlas, lebih peduli, dan lebih dekat kepada-Nya.