Sabtu, 15 Mar 2025
  • Yayasan Gema Insan Amanah - Berani Berkarya Untuk Bersama

ZAKAT PROPERTI

Zakat Properti yang terdiri rumah, gedung, tanah, kendaraan dan sebagainya untuk tujuan investasi

Patut diketahui, bahwa properti, berupa rumah, gedung, tanah atau kendaraan yang dimiliki melalui jual beli, hibah atau warisan ada empat macam:

Pertama; yang dimiliki untuk tujuan didiami atau digunakan, maka tidak ada kewajiban zakat padanya, karena bukan komoditas perdagangan. Demikian pula rumah atau tanah yang dibiarkan kosong tidak dikenakan zakat padanya.

Kedua; tanah yang dimiliki untuk ditanami, maka dikenakan zakat pada hasilnya bila mencapai nisab saat panennya.

Ketiga; rumah dan tanah yang dimiliki dan diniatkan untuk diperjualbelikan, maka dianggap harta perdagangan, sehingga ketika telah genap satu tahun dari nisabnya, wajib dikeluarkan 2.5 % darinya, yang dihitung dari harga sejak genap haulnya.

Keempat; yang dimaksudkan untuk investasi seperti untuk disewakan, atau didirikan bangunan untuk dikontrakan, maka harta jenis tidak dikenakan zakat pada pokoknya, tetapi dikenakan pada hasilnya.

Tidak ada keseragaman pendapat para ulama dalam masalah ini. Ada yang menganalogikannya dengan zakat perdagangan dan ada pula yang menganalogikannya dengan zakat pertanian. Karena kesimpulan hukum dalam masalah ini adalah ijtihad, maka dalam buku panduan ini penulis mencoba untuk mengadopsi semua pendapat ulama tentang zakat harta jenis ini, yakni zakat properti yang ditujukan untuk investasi.

Pendapat pertama: yaitu mengqiyaskannya kepada zakat pertanian, baik nisabnya, yaitu senilai harga beras 522 kg atau padi 653 kg; maupun besaran zakatnya yang berkisar antara 5% jika dihitung dari penghasilan kotor (bruto) hingga 10% jika dihitung dari penghasilan bersih (netto).Sehingga yang dihitung bukan nilai investasi, tetapi hasil atau keuntungannya. Tidak ada syarat haul padanya, karena pembayarannya dilaksanakan setiap ada pemasukan.

Catatan:

Untuk menjaga kehati-hatian sebaiknya zakat dihitung dari penghasilan kotor (bruto). Wallahu a’lam.

Contoh 1

Ibu Hasniar pemilik kos-kosan dengan menyediakan 10 kamar untuk disewakan. Jika nilai sewa setiap kamar adalah Rp 750.000 per bulan, maka penghasilan yang dia dapatkansetiap bulan adalah sebesar Rp 7.500.000. Apakah Ibu Hasniar telah terkena kewajiban zakat? Berapa zakatnya?

Jawab:

Jika harga beras di pasaran rata-rata Rp 9.000 per kilogram, maka nisab hasil kos-kosannya adalah 522 kg x Rp 9.000 = Rp 4.698.000. Dengan demikian Ibu Hasniar telah wajib mengeluarkan zakat per bulan sebesar 5 % x Rp 7.500.000 = Rp 375.000.00 (Terhitung tiga ratus tujuh puluh lima ribu rupiah).

Pendapat kedua: yaitu yang mengqiyaskannya kepada zakat perdagangan, baik nisabnya senilai emas 85 gram maupun zakatnya sebesar 2.5% dan syarathaulnya yang dimulai sejak berlangsung akad.[1]

Contoh 2

Bapak Basruddin memiliki bangunan ruko berlantai tiga. Ruko tersebut dia sewakan seharga Rp 400.000.000 per tahun. Pada tanggal 5 Safar 1436 H rukonya pun resmi disewa orang, dengan pembayaran 10 % diserahkan di hari itu juga dan sisanya akan dilunasi sebulan kemudian. Kapan dia harus membayar zakatnya dan berapa besarannya?

Jawab:

Kalau dilihat dari harga emas saat itu, maka nilai sewa ruko itu jelas telah melebihi nisab. Maka, di tahun yang akan datang, tepatnya pada tanggal 5 Safar 1437 H dia berkewajiban untuk membayar zakat hasil investasinya sebesar 2.5 % x Rp 400.000.000 = Rp 10.000.000 (Terbilang: sepuluh juta rupiah).

Catatan:

Pehitungan zakat dari penyewaan bangunan di atas berlaku pula untuk penyewaan lahan atau tanah dan sebagainya yang nilainya mencapai atau melebihi nisab.

[1] Dikutip dari fatwa-fatwa Syaikh al-Fauzan.

*sumber : Baznaz Kabupaten Enrekang

KELUAR